Rabu, 05 Agustus 2009

Orang mencari kebenaran Illahi jangan dibohongi

Allah Berfirman :... barang siapa yang berhukum, tidak menurut Firman Allah *), mereka itu adalah orang-orang kafir. ( QS. 5 - Al Midah 44 )

•) Menambah atau mengurangi apa-apa yang diharamkan maupun apa - apa yang dihalalkan Allah, dan mengikuti pendapat manusia (apapun dan siapapun, bahkan Rasulullah s.a.w. sendiripun dilarang Allah swt .)
Allah berfirman :
Kalau kamu menuruti kemauan manusia yang ada dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari syariat/hukum Allah Mereka tiada lain hanya mengikuti prasangka dan mengadu untung dengan menampilkan kebohongan. Ikutilah apa-apa yang diturunkan kepadamu dari Allah, dan janganlah kamu ikuti selain Allah. (QS. 6 - Al An’aam – 116).

Tiada seorangpun didunia ini yang boleh meng halalkan apa-apa yang telah diharamkan Allah dan tiada seorangpun yang boleh mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan Allah dan apa-apa yang tidak dilarang atau tidak diharamkan Allah, itu halal atau boleh hukumnya.

Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman ! Janganlah kamu mengharamkan sesuatu, baik yang merangsang selera maupun kepuasan yang telah diha- lalkan Allah untukmu, namun janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. 5 - Al Maidah – 87).

Allah Berfirman :........ mereka yang beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepadamu (Al Qur’an dan kitab–kitab yang telah diturunkan sebelummu (Zabur, Taurat, Injil), serta percaya adanya kehidupan akhirat, mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah dan merekalah orang-orang yang beruntung ( selamat dunia dan akhiratnya ). ( QS 2 - Al Baqarah 4-5 ).

...... * ) orang-orang yang mengharamkan membaca Zabur,Taurat, Injil, dengan alasan apapun juga, maka mereka itu digolongkan orang-orang fasik (pendusta/pembohong) alias Kafir, demikian juga dengan pengikut-pengikut


1. Sejarah Arabia sebelum Islam
Aspek masyarakat kesukuan pada jaman Arabia pra/sebelum Islam menjadi acuan/petunjuk dari banyak hal yang dapat ditemukan dalam Islam masa kini.

Moral Arabia pada waktu itu membenarkan suku/kabilah-satu menyerang kepada suku/kabilah yang lain dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan, istri, dan budak-budak, sehingga menyebabkan disana terus menerus terjadi peperangan antar suku/kabilah, suku-suku padang pasir Arabia menganut aturan “ mata ganti mata, gigi ganti gigi “.

Sistem hukum yang kejam demikian diikuti oleh suku-suku Arabia pengembara dan bagi mereka memotong tangan, memotong lidah, memotong telinga, memotong kaki atau kepala orang dan bahkan mencukil matapun dianggap sesuatu yang wajar-wajar saja.

Memaksa orang menjadi budak atau menculik para wanita dan menjadikan mereka harem/selir, memperkosa semuanya dianggap patut-patut saja.

Wanita sangat tidak mempunyai hak apapun juga, hidupnya hanya menjadi obyek dan budak pemuas nafsu sex laki-laki saja.

Keadaan dan kondisi Arabia yang keras menciptakan masyarakat kesukuan keras pula, akhirnya tindakan kekerasan menjadi norma atau kebiasaan dalam kehidupan mereka hingga kini.

Sebuah contoh di abad modern, ketika Paus Benedictus XVI di Roma, menyatakan “Islam identik dengan kekerasan ”, maka hal demikian sudah menimbulkan gelombang protes yang luar biasa oleh umat Islam diseluruh Dunia.

Pengenaan Fatwa mati yang mengenaskan bagi Salman Rushdie juga merupakan contoh dari tindakan kekerasan Arab yang dilakukan di alam modern ini, dihukum mati karena menulis buku yang mengungkapkan hal-hal yang tidak menguntungkan Islam.

Sebaliknya orang Islam dengan seenaknya menghujat penganut agama lain sebagai aliran sesat, orang kafir atau digolongkan fasik dengan tanpa merasa bersalah dan bahkan sangat bangga jika menghujat dan memusuhi agama lain, benarkah perintah Allah demikian ?

Sejarah dan penemuan-penemuan para arkeolog seringkali mementahkan pengakuan-pengakuan relegius.

Demikian pula dengan sejarah Arabia sebelum Islam, diungkap berdasarkan peninggalan sejarah dan penemuan-penemuan para arkeolog dapat menunjukkan bahwa Dewa Bulan yang disebut Allah, merupakan Dewa Ter-Besar/Ter-Mulia dari pada Dewa-Dewa lainnya, demikian menurut penganut kepercayaan/agama Pagan yang ajarannya disebut Paganisme, kepercayaan/agama nenek moyang Arabia termasuk kabilah Kuraisy, kabilahnya Muhammad saw.

Menurut mereka Dewa Bulan yang juga disebut dengan Allah adalah Dewa laki-laki kawin dengan Dewi Matahari (perempuan) dan bintang-bintang adalah anak-anak perempuan Dewa Bulan atau Allah.

Dewa Bulan/Allah dalam menjalankan kekuasaannya untuk mengawasi dan mengatur Jagad Raya ini dibantu oleh Dewa-Dewa pembantu yang mempunyai tugas dan jabatan masing-masing yang telah diatur secara sistematis dan tidak berubah-ubah sampai hari kiamat.

Kelak dalam Islampun Allah s.w.t. dalam menjalankan kekuasaannya untuk mengawasi Jagad Raya ini juga dibantu oleh Malaikat-Malaikat yang mempunyai tugas dan jabatan masing-masing yang telah diatur secara sitematis dan tidak berubah-ubah sampai akhir jaman.

Sejarah dan para arkeolog mengungkapkan tempat-tempat pemujaan Dewa Bulan terdapat diseluruh Timur Tengah, mulai dari gunung-gunung di Turki sampai ketepi-tepi pantai Sungai Nil.

Agama kuno yang paling luas dan paling banyak penganutnya adalah agama Pagan/Paganisme penyembah Dewa Bulan/Allah.

Suku Sumerian, sebagai komunitas pertama yang mengenal peradaban tulis menulis, mewariskan ribuan lempengan tanah liat yang mendiskripsikan kepercayaan/agama mereka.

Suku kuno Sumerian menyembah Dewa Bulan/Allah dengan banyak nama dan nama-nama yang terpopuler saat itu antara lain ; Nanna, Suen dan Asimbabbar dengan simbul-bulan sabit.

Ribuan prasasti yang tertulis pada tembok-tembok dan batu-batu karang di Arabia bagian utara berhasil dikumpulkan demikian juga dengan relief-relief dan mangkuk-mangkuk persembahan dalam pemujaan kepada “ para Putri Dewa Bulan/Allah “ juga telah ditemukan.

Ketiga Putri Dewa Bulan/Allah yaitu Al-Lata, Al-Uzza dan Manat kadang-kadang digambarkan bersama dengan Dewa Bulan/Allah yang ditandai dengan gambar-bulan sabit–diatas gambar mereka.

Bukti-bukti yang terkumpul baik dari Arab Utara maupun dari Arab Selatan mengungkapkan bahwa pemujaan-pemujaan Dewa Bulan/ Allah tetap aktip dilakukan oleh penganut-penganutnya dan bahkan pada jaman Muhammad saw. itupun masih tetap merupakan upacara keagamaan yang dominan.

Dewa Bulan disebut Al-ilah “ Dewata” yang disingkat menjadi Allah artinya dewa paling utama dan paling tinggi dari semua dewa-dewa.

Orang-orang Arab penganut agama Pagan/Paganisme penyembah berhala menggunakan nama Allah/Dewa Bulan sebagai tanda ketaatan mereka kepada Allah/Dewa Bulan antara lain ayah Muhammad saw. (Abdullah = abdi Allah/Dewa Bulan) dan pamannya dengan nama Obied Allah.

Sampai hari ini nama-nama penyembah bulan, penyembah matahari, penyembah bintang masih dipakai oleh orang-orang Arab, karena pada umumnya mereka tidak mengerti artinya seperti ;

Komarudin ( Agama Penyembah Bulan )
– Komarun = Bulan – Dinun = Agama.

Syamsudin ( Agama Penyembah Matahari )
- Syamsu = Matahari – Dinun = Agama.

Najamudin ( Agama Penyembah Bintang )
- Najmun = Bintang – Dinun = Agama.

Ritual penganut agama Pagan/Paganisme, mereka beberapa kali dalam sehari menyembah Dewa Bulan/Allah, menghadap ke Mekkah bagi mereka yang tinggal diluar Mekkah, dan menghadap ke Ka’bah bagi mereka yang tinggal di Mekkah.

Paganisme sembahyangnya menghadap ke-Mekkah dan Ka’bah karena disanalah disemayamkan Dewa Bulan/Allah.

Mereka berziarah ke Mekkah, 7 (tujuh) kali menglilingi Ka’bah dengan telanjang bulat alias tanpa busana, mencium batu hitam (Hajar Aswad), menyembelih hewan untuk dikorbankan kepada Dewa Bulan/Allah, melempari Iblis (roh jahat) dengan batu.

* ) kelak ritual demikian disempurnakan dalam Islam ketika berhaji, dengan cara mengelilingi Ka’bah ( Baitullah ) sebanyak 7 (tujuh) kali dengan menggunakan baju iqrom tanpa jahitan dan tidak menggunakan celana dalam maupun celana, kemudian setelah itu lari-lari mengejar dan melempari Iblis (roh jahat) dengan batu kecil (kerikil) yang sekarang disebut lempar jumroh.

** ) Dalam Islam Ka’bah (batu meteor berbentuk kubus) bukan lagi dianggap sebagai Dewa Bulan/Allah, tetapi diyakini sebagai Baitullah (Rumah Allah) yang tetap dikeramatkan dan dijaga kesuciannya serta merupakan kiblat/arah Sholat/Sembahyang pemeluk Islam.

Tiap-tiap bulan Ramadhan mereka berpuasa yang diawali munculnya bulan sabit dan diakhiri dengan munculnya bulan sabit berikutnya.

Saat Ka’bah dibangun, waktu itu Mekkah hanya dihuni oleh kabilah Amalekit dan Jurhum.

Setelah Ka’bah dikuasai kabilah Qushay, barulah Mekkah menjadi semakin berkembang menjadi ramai dikunjungi dan ditinggali oleh kabilah-kabilah lain yang sebelumnya Mekkah masih terbelakang dalam segala hal.

Orang-orang Arab beranggapan menyembah hajar aswad (batu hitam/meteor dari langit) yang diletakkan di dalam Ka’bah masih belum cukup, sehingga mereka mengambil batu-batu lain yang berada didalam atau disekitar Ka’bah atau batu-batu gunung yang dianggap bertuah dan berkhasiat yang dapat menambah kekuatan dan keberhasilan mereka.

Penyembahan terhadap Dewa Bulan/Allah berkembang jauh melampaui batas wilayah penyembahan Dewa Bulan/Allah di Arabia.

Bulan Sabit merupakan lambang penyembahan kepada Dewa Bulan/Allah waktu itu.

Seiring dengan perkembangan zaman, maka Mekkahpun mengalami perkembangan, menjadi semakin ramai dikunjungi orang, baik sekedar lewat atau beribadah di-Baitulllah maupun yang ingin menetap disana.

Karena yang menjadi pusat perhatian di Mekkah waktu itu adalah Ka’bah, maka yang ingin menjadi penguasa atau yang ingin menguasai Ka’bah juga menjadi semakin banyak, karena mempunyai nilai ekonomis dan sumber kehidupan, khususnya kabilah Kuraisy.

Rebutan ingin menjadi penguasa Ka’bah bukan saja terjadi diantara kabilah dengan kabilah, tetapi juga terjadi didalam kabilah-kabilah itu sendiri yang ingin menjadi penguasa Ka’bah, kelak komunitas Islampun terlibat dalam perebutan untuk menguasai Ka’bah.

Menjelang Nabi Besar Muhammad saw. , Ka’bah tersebut dibawah kekuasaan Abd’l Muttalib (Kakek Nabi Besar Muhammad saw.)

Mekkah dimana tempat beradanya Ka’bah sebagai rumah suci atau pusat peribadatan menjadi semakin maju dan ramai, akhirnya menimbulkan iri pada daerah-daerah lain, kemu-dian mereka beramai-ramai mendirikan rumah suci sebagai tempat beribadah yang menyamai Ka’bah di Mekkah atau mereka bermaksud ingin menggantikan Ka’bah di Mekkah agar memalingkan perhatian dari Ka’bah di Mekkah ketempat mereka.

Bahkan Abraha yang menghiasi rumah sucinya di Yaman dibuat dan dihiyasi dengan barang-barang yang mewah dan mahal-mahal, untuk mengalihkan perhatian mereka dari Ka’ bah di Mekkah agar beralih ketempat suci yang mereka buat, tetapi usaha mereka tetap tidak berhasil.

Orang Yaman sendiri datang ke Ka’bah di Mekkah, karena mereka berkeyakinan jika tidak berziarah dan beribadah ke Ka’bah di Mekkah, maka ibadahnya tidak syah.

Oleh karena keyakinan orang-orang tidak berubah atau tidak berpaling dari Ka’bah di Mekkah, maka Abraha sipenguasa Nagus itu bermaksud akan menghancurkan Ka’bah (Baitulllah) di-Mekkah, ia mengirimkan pasukannya dengan naik Gajah dan waktu itu Ka’bah dikuasai oleh Abd’l Muttalib kakek Nabi Besar Muhammad saw.

Pasukan Abraha yang naik gajah untuk menghancurkan Ka’bah tidak berhasil, karena pasukan gajah tersebut sebelum menghancurkan Ka’bah, telah diserang oleh wabah penyakit cacar dan bahkan Abraha sendiri mati karena terserang penyakit cacar *) itu juga.

* ) dalam Al Qur’an dikiyaskan sebagai serangan batu dari Neraka yang dibawa oleh rombongan/segerombolan burung ( Ababil ).

Peristiwa itu kemudian dikenal dan dinamai oleh orang Arab sebagai Tahun Gajah ( 570 M ) dan diabadikan dalam Al Qur’an.

Peristiwa itu sendiri semakin memperkuat posisi Mekkah sebagai kota suci dan menambah keyakinan orang-orang Arab atas berhala-berhala disekitar atau yang berada di Ka’bah itulah yang telah menyelamatkan dari bencana kehancuran Ka’bah.

Kebiasaan mereka minum-minuman keras, bermabuk-mabukan disekeliling Ka’bah semakin menjadi–jadi, berhala-berhala menjadi semakin banyak, kedzaliman semakin merajalela, kemerosotan moral tidak terbendung, tipu menipu, kebohongan dalam segala bidang merupakan hal yang biasa dalam kehidupan mereka, hubungan sex bebas, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis, tukar menukar pasangan maupun pergantian pasangan bukan barang tabu lagi bagi kehidupan di Mekkah baik di-dalam Ka’bah maupun diluar lingkaran Ka’bah disaat itu.

Kelak setelah Islam menjadi besar dan kuat, maka Ka’bah (Baitullah) direbut dan dikuasai Islam, kemudian ritual kaum paganisme (penyembah/pemuja batu-batu langit, bintang dlsb ) yang dahulunya dilakukan dengan bertelanjang bulat waktu mengelilingi Baitullah/Ka’bah disempurnakan dengan menggunakan baju iqrom yang tidak dijahit dan tidak diperbolehkan memakai celana maupun celana dalam.

Sedangkan ritual pengikut Paganisme melempari Iblis dengan batu kecil/kerikil tetap dipakai sampai sekarang yang kemudian disebut melempar jumroh, dan penghormatan mencium hajar aswad ketika berhaji tetap dianut dan dilakukan oleh pengikut-pengikut Islam sampai sekarang.

Demikian juga kebiasaan orang Arabia atau ritual pengikut Paganisme puasa di Gua Hira di bulan Ramadhan, disempurnakan oleh Islam menjadi puasa diluar gua Hira tetapi tetap dilakukan di bulan Ramadhan dengan kurun waktu yang sama dengan pengikut Paganisme yakni selama 30 ( tiga puluh ) hari.

Dalam Al Qur’an terdapat juga ayat-ayat yang mengagung-agungkan benda-benda angkasa, antara lain ;

........... Demi bulan, yang terang ........... dst.
( QS 74 – Al Muddatstsir – 32 )

........... Demi benda-benda angkasa yang beredar dengan kecepatan tinggi ......... dst.
( QS 79 – An Naazi’aat – 1 s/d 5 )

........... Aku ( Allah ) bersumpah dengan gugusan bintang-bintang, yang timbul dan tenggelam ............................................... dst.
( QS 81 – At Takwir – 15 s/d 18 )

........... Maka Aku ( Allah ) bersumpah de-ngan mega lembayung di waktu senja.
........... Dengan malam bila telah berselu-bung gelap.
........... Dengan bulan bila sudah purnama.
( QS 84 – Al Insyiqaq – 16 s/d 18 )

........... Demi Langit yang mempunyai gu-gusan bintang. ( QS 85 – Al Buruj - 1 )

........... Demi langit dan bintang kemintang
( QS 86 – Ath Thariq – 1 )



2. Sejarah Arabia setelah Islam
Keingkaran Manusia dizaman atau dimasa apa saja tetap ada, tetapi cara menghukum atau memberi adzab sudah sangat berbeda dengan masa-masa sebelum diutusnya junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw.

Meskipun Muhammad s.a.w. telah menerima Wahyu Illahi dan sebagai Rasulullah, tetapi orang Arabia waktu itu masih menyembah Dewa Bulan yang juga disebut Allah, benda-benda langit, batu-batuan baik berbentuk maupun tidak berbentuk yang dianggap keramat atau dikeramatkan sendiri oleh mereka.

Cerita-cerita Mistik, cerita-cerita Legenda, jimat-jimat sangat melekat pada mereka sebagaimana cerita Aladin dengan lampu wasiatnya dan raksasa terbang.

Ali Baba dengan gua ajaib dan pintunya baru dapat dibuka dengan kata-kata atau doa-doa tertentu yang berisi harta hasil rampokan perampok sehingga Ali Baba yang tadinya miskin mendadak menjadi kaya raya.

Cerita-cerita asal mula air zam-zam bera-sal dari kaki Ismail as. diwaktu kecil yang menendang-nendang tanah kemudian keluar air, kini disebut sumber air zam-zam.

Cerita Nabi Ismail as. ketika hendak dijadikan kurban oleh Nabi Ibrahim as. disaat akan disembelih kemudian tiba-tiba muncul kambing sebagai penggantinya.

Abunawas, karpet terbang, raksasa mata tiga dan lain-lain cerita legenda atau mistik yang senada.

Kepercayaan demikian masih terbawa pada Komunitas Islam yang mempercayai tulisan-tulisan ayat-ayat Al Qur’an dapat membawa berkah atau mengusir setan jika dibawa atau dikalungkan dilehernya dan bahkan di Indonesia tulisan Arab dianggap keramat.

Tiap bulan Ramadhan mereka mengikuti kebiasaan agama Pagan/Paganisme/agama nenek moyangnya Arabia termasuk agama kabilah Kuraisy, yang selalu mengasingkan diri dan bertapa/puasa mencari kesunyian dan ketenangan batin di Gua Hira,

Bahkan Muhammad s.a.w. sendiripun sebelum menjadi Rasulullah, juga membiasakan diri bertapa/berpuasa dan menenangkan diri di-gua tersebut pada tiap-tiap bulan Ramadhan, sebagaimana disebutkan ketika pertama kali beliau menerima wahyu Illahi juga di gua Hira.

Tiap-tiap bulan Idul Adzha kaum Paganisme menjalankan ritual dengan telanjang bulat mengelilingi Ka’bah/hajar aswad (batu hitam berbentuk kubus dari langit/Meteor) yang dianggap sebagai Allah atau Dewa Bulan, Dewa Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha segala-galanya dari antara Dewa–Dewa lainnya yang mengelilingi Ka’bah. Setelah itu mereka berlari-lari mengejar Iblis (roh jahat) sambil melemparinya dengan batu kecil/kerikil kearah setan tersebut.

Kemudian ritual kaum paganisme yang dahulunya dilakukan dengan bertelanjang bulat waktu mengelilingi Baitullah/Ka’bah, disempurnakan Islam dengan menggunakan baju iqrom yang tidak dijahit dan tidak diperbolehkan memakai celana maupun celana dalam sedangkan ritual pengikut Paganisme melempari Iblis dengan batu kecil/kerikil tetap dipakai sampai sekarang yang kemudian disebut dengan lempar jumroh.

Sedangkan waktu ritual menghormati atau mencium hajar aswad dan banyaknya kaum Paganise mengelilingi Ka’bah dan melempari Iblis dengan batu kecil/kerikil tetap dipakai oleh orang Islam sampai hari ini.

Demikian juga kebiasaan orang Arabia atau ritual pengikut Paganisme puasa di Gua Hira dibulan Ramadhan, disempurnakan oleh Islam menjadi puasa diluar Gua Hira tetapi tetap dilakukan di-bulan Ramadhan dengan kurun waktu yang sama dengan pengikut Paganisme yakni selama 30 ( tiga puluh ) hari, termasuk cara menetapkan awal puasa dan mengakhiri puasa diawali dengan munculnya bulan sabit dan diakhiri dengan munculnya bulan sabit berikutnya.

Perhitungan hari berdasarkan peredaran bulan penganut Paganisme, tetap dipakai oleh orang Arabia & Islam sampai sekarang yang waktu itu bulan dipercaya sebagai Dewa Laki-laki dan Matahari dipercaya sebagai Dewa Perempuan atau Dewi.

Awal mula penyebaran Agama Islam, Muhammad s.a.w. menyebarkan dengan santun dan penuh toleransi dengan Agama lain, bahkan minta perlindungan pada orang-orang Yahudi dan Nasrani ketika masih dimusuhi oleh Kabillah Kuraisy, hubungan baik dengan Nasrani diabadikan dalam Al Qur’an ( QS 5 – Al Maidah – 82 ).

Tidak ada paksaan dalam beragama ........ .dst. ( QS 2 - Al Baqarah – 256 ).

........... Aku tidak menyembah yang kamu sembah, dan kamu tidak menyembah yang aku sembah, agamamu agamamu, agamaku agamaku. ( QS 109 – Al Kafirun - 1 s/d 6 )

Firman Allah semuanya untuk memperbaiki akhlaq Manusia. Allah tidak akan mengirimkan utusannya jika Manusia tidak terlalu rusak akhlaqnya.

Tugas Nabi dan Rasulullah hanyalah menyampaikan Firman-Firman Allah, mengajak secara damai untuk menyembahNya serta berbuat kebajikan dimuka bumi ini, untuk baik kepada Allah, baik kepada sesama Manusia , baik kepada seluruh makhluk ciptaan Allah, kecuali setan karena jelas musuh Manusia.

Tetapi setelah Islam berkembang dan kuat maka Islam berubah menjadi keras terutama pada orang-orang yang dianggap kafir, sebagaimana Firman Allah dibawah ini ;

“ Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir dalam medan pertempuran, maka pancunglah batang lehernya. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyianyiakan amal mereka. (QS 47 – Muhammad - 4)

..................... maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan....... ( QS 9 – Baraa-ah – 5 )

“ Kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan (teror) ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka .............. Maka bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka. (QS 8:12;17)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat kekerasan yang senada dapat ditemukan di Al Qur’an , antara lain : QS 2:190 – QS 4:76 - QS 5:33 - QS 8:60 – QS 9:5 - QS 9:14 – QS 9:29 – QS 9:38 – QS 9:41 - QS 9:73 QS – QS 48:29 dan lain-lain.

Rasisme dan rasa superior serta mengharamkan Demokrasi ditanamkan pada pemeluk Islam, antara lain :

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu : sebahagian mereka adalah pemimpin sebahagian yang lain. Barang siap diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka ............... “ ( QS 5 – Al Maidah - 51 )

................... barang siapa yang berhukum, tidak menurut Firman Allah ( Al Qur’an ), mereka itu adalah orang-orang kafir. (QS. 5 - Al Midah 44)

Muhammad saw. yang merasa belum kuat, pengikutnya masih sedikit dan untuk menyelamatkan diri dari kejaran Kabillah Kuraisy kemudian hijrah ke Medinah, disini Islam diterima oleh orang-orang Medinah, dengan dukungan orang-orang Medinah, dibawah perlindungan Yahudi dan Nasrani, Islam menjadi be-sar dan kuat serta banyak pengikutnya.

Setelah Islam menjadi besar, kuat dan banyak pengikutnya, didahului pengusiran Yahudi dari Medinah maka mulailah Islam melakukan penyerangan pada Kafilah/rombongan pedagang pada hari yang telah disepakati sebagai hari perdamaian di Arabia, kemudian hartanya dirampas dianggap sebagai harta rampasan perang.

Atas tindakan penyerangan dimasa damai itulah, maka Islam mendapat kutukan dari komunitas Arabia, karena Islam dianggap telah merusak hari perdamaian yang seharusnya tanpa ada perang dimasa damai, peristiwa tersebut dikenal dengan Serangan Nakhla.

Ketika Muhammad s.a.w. hendak mempengaruhi Yahudi agar masuk Islam, maka kiblat sholatnya diperintahkan menghadap ke Yerusalem dan hari Sabbat Yahudi digunakan sebagai hari sholat bersama (berjama’ah), setelah ternyata Kaum Yahudi tidak ada yang memeluk Islam, kemudian Kiblat (arah Sholat) dirubah menjadi berkiblat ke-Ka’bah di Mekkah dan hari sholat bersama (berjama’ah) menjadi hari Jum’at mengikuti Sembahyangnya Agama Pagan/Paganisme dalam rangka mempengaruhi Kabillah Kuraisy penganut Paganisme, agar memeluk Islam.

Al Qur’an baru disusun dan dikodifikasi/dibukukan 40 tahun kemudian setelah Muham mad saw. wafat yang dilakukan oleh menantunya sendiri (Usman bin Affan).

Hasil kerja Manusia, siapapun mereka tetap tidak ada yang sempurna, demikian juga dengan kodifikasi/pembukuan Al Qur’an yang dilakukan oleh teamnya Usman bin Affan.

Sangat disayangkan Al Qur’an yang berdasarkan Wahyu Illahi kodifikasi/dibukukan oleh Usman bin Affan tersebut tidak berdasarkan urutan Wahyu Illahi yang diterima oleh Muhammad s.a.w., melainkan disusun berdasarkan panjang pendeknya ayat, sehingga dapat menimbulkan bermacam-macam pertanyaan tentang keaslian Wahyu Illahi dalam Al Qur’an, karena ada kemungkinan ada Wahyu Illahi yang sengaja dibuang atau dihilangkan karena dianggap merugikan pihak - pihak tertentu dan ada kemungkinan disusupi surat-suratan yang dianggap menguntungkan, mengingat Arabia tidak pernah ada perdamaian sampai hari ini, sedangkan naskah atau tulisan Wahyu Illahi saat Muhammad saw. masih hidup, sudah dimusnahkan berdasarkan perintah Usman bin Affan.

Kodifikasi demikian mengundang banyak kelemahan dan kekurangan sehingga juga menimbulkan keragu-raguan serta membingungkan karena itu perlu kerja keras untuk mempelajari atau menggali isinya.

Komentar ilmuwan Muslim, Ali Dasti sendiri mengeluhkan betapa rendahnya mutu kesusastraan Al Qur’an, sebagai berikut :

“ Patut disayangkan bahwa pengeditan Al Qur’an sangat jelek dan susunan isinya sangat tidak teratur. Semua siswa dalam mata pelajaran Al Qur’an menyayangkan mengapa para editor Al Qur’an tidak menggunakan metode yang logis dan yang biasa digunakan dalam menyusun urutannya menurut waktu wahyu tersebut diterima. Kenapa tidak mengikuti susunan kronologis seperti halnya teks Al Qur’an yang hilang milik Ali bin Abi Thalib. “

Penyebaran Islam oleh Muhammad saw. melalui 2 periode, periode pertama berada di Mekkah berjalan kurang lebih 10 tahun sebelum th. 612 sesudah Masehi dan periode ke dua dipusatkan di Medinah berjalan kurang lebih selama 10 tahun sampai dengan wafatnya Muhammad saw. tahun 623 sesudah Masehi.

Muhammad saw. tidak dapat membaca dan menulis, maka setiap wahyu yang diterima selalu dituliskan oleh sahabat-sahabatnya yang dicatat dan ditulis diatas bahan-bahan seadanya.

Mandudi ilmuwan Muslim kaliber internasional mengakui bahwa, Wahyu Illahi yang diterima Muhammad s.a.w. aslinya ditulis pada daun-daun kurma, kulit-kulit pohon, tulang-tulang dan lain sebagainya, apabila Wahyu diterima disekelilingnya tidak ada benda-benda yang dapat ditulisi, maka Wahyu Illahi tersebut dihafalkan oleh sahabat-sahabat Muhammad s.a.w.

Al Qur’an dikumpulkan dari yang dituliskan pada lapisan luar benda-benda atau apapun yang dapat ditemukan, dari potongan-potongan papirus, batu-batu yang rata, daun palem, tulang-tulang binatang, kulit-kulit binatang dan dari hafalan-hafalan orang-orang yang mengetahui.

Beberapa kesulitan yang dihadapi sewaktu mengumpulkan Wahyu-wahyu Illahi yang diterima Muhammad saw. karena orang yang mengetahui atau hafal surat-surat tertentu telah meninggal dalam peperangan sebelum sempat menyalin apa yang telah didengar/diketahui.

Pengumpulan bahan-bahan Al Qur’an berlangsung beberapa tahun dan banyak masa-lah yang timbul. Disamping catatan-catatan asli banyak yang hilang karena ditulis pada bahan-bahan yang mudah pudar, juga daya ingat dan hafalan manusia antara satu dengan lainnya kemampuannya tidak sama.

Al Qur’an disusun tidak berdasarkan pola narasi sejarah yang runtun sehingga kita tidak dapat mengikuti kehidupan, tindakan-tindakan dan pengajaran-pengajaran yang dilakukan Muhammad saw. sejak dari awal sampai akhir.

Kita dihadapkan pada kumpulan Surat-surat yang tidak menggambarkan adanya pola penyusunan yang baik dan wajar, sehingga sangat mudah untuk dihilangkan atau disusupi oleh berbagai-bagai ajaran dan kepentingan pribadi maupun golongan disaat dilakukan kodifikasi/dibukukan maupun setelahnya.

Al Qur’an tidak dapat diteliti atas Wahyu-wahyu Illahi yang dihilangkan maupun yang disusupkan, karena tidak tersusun berdasarkan urutan Wahyu yang diterima Muhammad s.a.w. sedangkan catatan aslinya sudah terlanjur dimusnahkan dan yang hafal sudah meninggal.

Akhirnya masalah perbedaan diselesaikan atau dipecahkan dengan secara kekerasan pisik dan memaksa orang-orang untuk menggunakan hanya salah satu versi saja, sedangkan versi-versi lain harus dihancurkan atau dimusnahkan ketika Al Qur’an sudah terkodifikasi/dibukukan.

Menurut perkembangannya, ritual paganisme oleh kaum Muslim diakui/diklaim sebagai ritual yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a. s. dan Nabi Ismail as. ketika selesai membangun Ka’bah.


3. Perkembangan Islam di Arabia
Sejak dahulu kala dan dijaman apa saja namanya perbedaan sudah ada dan selalu ada dimana-mana dengan nuansa dan cara berbeda pula.

Perbedaan merupakan rahmat jika orang-orang yang berbeda pendapat telah memperoleh pencerahan. Perbedaan terjadi karena alat atau ukuran yang dipakai sebagai pembenar berbeda, sebagaimana kisah-kisah ;

Habil dengan Qabil timbul perbedaan karena ukuran pembenarnya berbeda, karena perbedaan tidak dapat terselesaikan dengan baik maka terjadilah pembunuhan, Habil dibunuh Qabil.

Nabi Ibrahim as. dengan Raja Namrud karena berbeda ukuran pembenarnya dan perbedaan tidak terselesaikan, maka Nabi Ibrahim as. dihukum bakar, karena dianggap salah dan menyebarkan ajaran sesat, waktu itu.

Nabi Musa a.s. dengan Raja Fir’aun karena berbeda ukuran pembenarnya dan perbedaan tidak terselesaikan, maka Nabi Musa a.s. dikejar-kejar hendak dibunuh, dianggap salah karena ajarannya dinilai ajaran sesat waktu itu.

Nabi Isa as. dengan Raja Herudes, karena ukuran pembenarnya berbeda dan perbedaan tidak terseleselaikan, maka Nabi Isa as. yang oleh penganutnya disebut Yesus dihukum mati dengan di Salip, dianggap bersalah karena mengajarkan ajaran sesat, waktu itu.

Nabi Muhammad saw. dengan kabilah kuraisy,karena ukuran pembenarnya berbeda dan perbedaan tidak terselesaikan, maka Nabi Muhammad saw. dikejar-kejar akan dibunuh, dianggap bersalah karena menyebarkan ajaran sesat, waktu itu.

Nabi Khidir dengan Nabi Musa, masing-masing ukuran yang dipakai sebagai pebenar berbeda, maka mereka berdua berakhir dengan perpisahan.

Penyebab perbedaan sangat beragam dapat karena sumber-sumber atau dasar pengetahuan yang diperoleh juga berbeda, demikian pula cara menyikapi dan pola berpikirnya. Tetapi sering kali perbedaan pendapat dikemas untuk kepentingan perebutan kekuasaan yang berujung pada pengumpulan harta, sehingga yang berseberangan pendapat dan lemah, dilibas habis oleh yang kuat, sebagaimana kisah-kisah, Nabi Ibrahim as., Nabi Musa as., Nabi Isa as. dan Nabi Muhammad saw. tersebut diatas.

Kisah-kisah pelibasan yang lemah oleh yang kuat karena perbedaan pendapat, tidak berhenti pada kisah Nabi Muhammad s.a.w. saja, bahkan sampai sekarangpun masih sering dijumpai hal serupa, hanya dibedakan oleh nuansa dan caranya.

Semua manusia mengalami dan mempunyai tujuan sama. Semua manusia mengalami suka-duka, sakit-segar dan lain sebagainya, demikian dengan tujuannya sama pula, yakni ingin sehat jasmani-rohani dan bahagia baik di-dunia maupun diakhirat.

Sepeninggal Rasulullah saw., penyebaran Islam keluar dari Arabia bersentuhan dengan budaya non Islam yang sudah mapan, seperti budaya Romawi, persia dlsb.

Islampun bersentuhan juga dengan agama -agama besar di Timur Tengah yang sudah mapan pula antara lain, Kristen, Yahudi dan Majusi. Karena itu tidaklah mengherankan dalam pengembangan berikutnya dalam Islam kemudian muncul berbagai pandangan dan aliran.

Kurang dari seperempat abad setelah wafatnya Rasulullah saw. dijaman kekhafilahan Ali bin Abu Thalib ra. dan kekhalifahan Rasidun ke-4 ( 656-661 M/3641 H ) muncullah pandangan dan aliran dalam Islam yang bersifat politik seperti Sunni (Ahli Sunnah ), Syi’ah dan Khawarij.

Perkembangan berikutnya, Sunni memunculkan berbagai madzab besar maupun kecil, madzab besar antara lain Hanafiah, Malikiyah, Safi’iyah dan Hanbali atau Hanabilah.

Aliran ini mengutamakan Hadis, Madzab *) dan ajaran-ajaran atau buah pikiran Ulama & Umara’ serta orang-orang yang dianggap tokoh atau ditokohkan dalam Islam.

* ) Madzab = ajaran-ajaran, pendapat-pendapat atau buah pikiran Imam, Ulama & Umara’

Paham Syi’ah juga berkembang, mempunyai Madzab atau paham sendiri, demikian juga dengan Syariatnya sedangkan paham Khawarij, menjadi dasar ajaran dan pijakan terorisme di dunia. Banyak sahabat Rasulullah saw. mati dibunuh oleh kelompok Khawarij ini, karena sudah dianggap mengkianati Islam.

Khawarij merupakan aliran cikal bakal terorisme, paham dan ajarannya dijadikan dasar langkah-langkah teror yang ditujukan pada orang-orang yang dianggap kafir atau tidak sejalan dengan paham dan ajarannya, yakni seluruh manusia dimuka bumi ini harus Islam demikian juga dengan umara’nya.

Setelah Islam menyebar semakin luas, kemudian memunculkan berbagai macam Pandangan, dan penafsiran Al Qur’an yang disesuaikan dengan jaman dan lingkungan masyarakatnya.

Dalam prateknya Syariat yang berkembang di masyarakat adalah buah pikiran atau pendapat Imam, Ulama & Umara’ atau orang-orang yang dianggap tokoh atau ditokohkan dalam Islam, tetapi bentuk dan penerapannya disesuaikan dengan daerahnya masing-masing. Hal demikian dapat kita saksikan sebagaimana penetapan awal puasa dan Hari Raya Id-pun ada perbedaan. Banyaknya Rakaat pada shalat tarawih dan bacaan do’a Qunut diwaktu shalat subuh juga terdapat perbedaan dan masih banyak lagi.


4. Alasan Kabillah Kuraisy mengapa tidak memeluk Islam
Muhammad saw. telah berhasil mengubah agama Pagan atau penganut Paganisme di jazirah Arabia dan bahkan bangsa-bangsa di dunia tetapi tidak semua Kabillah Kuraisy dan bangsa-bangsa di dunia serta merta menjadi pengikutnya dengan berbagai-bagai alasan.

Meskipun mereka tidak menjadi pengikut Muhammad saw. tetapi pendapat-pendapat serta alasan-alasan mereka perlu kita kaji, untuk menguji tentang kebenaran Islam sebagai Agama baru di jazirah Arabia yang tidak dapat diabaikan begitu saja.

Seandainya Muhammad s.a.w. pada waktu merubah agama Pagan (Paganisme) yang polytheisme menjadi agama monotheisme deng -an cara menyingkirkan seluruh patung berhala yang berada di Ka’bah, maka tidak akan terjadi kesalahan-kesalahan dalam menyembah Allah s.w.t.

Kabillah Kuraisy, menganggap ibadah haji yang dilakukan oleh Islam yang menghormati dan disertai dengan mencium Hajar Aswad (batu Meteor), maka ibadah demikian dinilai sebagai menyembah hajar aswad toh tidak ada bedanya dengan agama Pagan (Paganisme yang dianut atau dilakukan oleh kabillah Kuraisy, dan hanya namanya saja dirubah, dahulu Ka’bah disebut Dewa Bulan (Allah) kemudian dirubah menjadi Baitullah (rumah Allah) oleh Muhammad saw.

Ibadah demikian bertentangan sendiri dengan Firman Allah, bagaimana dengan Firman Allah dalam QS. 4 – Annisaa’ 116-117.

Allah berfirman :
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, yaitu mempersekutukan Dia ( Allah ) dengan yang lain. Dia mengampuni dosa yang lain dari itu bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu ( termasuk Hajar Aswad/batu meteor ), sesungguhnya ia telah sesat jalan sejauh-jauhnya. (QS. 4 – Annissa 116)

Allah berfirman :
Yang mereka sembah selain Allah itu hanyalah benda-benda mati *) Dengan menyembah itu, mereka hanyalah menyembah setan-setan yang durhaka. (QS. 4 – Annissa 117).

*) di Arabia sudah menjadi kebiasaan mengumpamakan perempuan dengan benda-benda mati, dan yang dimaksud disini benda-benda mati adalah Dewa Bulan. Padahal Kabillah Kuraisy juga menyembah Ka’bah (Hajar Aswad/batu meteor) yang dianggap Dewa Bulan atau Allah. Kemudian apa bedanya dengan agama Pagan (Paganisme) ?.

Kabillah Kuraisy menganggap Muhammad saw. pembohong besar dan sesat, karenanya mereka menolak masuk Islam dan berusaha membunuh Muhammad saw. Mereka menganggap Muhammad saw. telah merusak agama nenek moyang mereka dan sekaligus merusak sumber perekonomian Kabillah Kuraisy.

Sumber perekonomian Kabillah Kuraisy sangat mengandalkan penjiarah ke-Ka’bah yang kemudian direbut oleh Muhammad saw. dengan pengikut-pengikutnya.

Disamping Muhammad s.a.w. dituduh telah mengadopsi agama Pagan (Paganisme) dalam Ibadah Haji, mulai dari bulan upacara menghormati (menyembah) Ka’bah, mencium Hajar Aswad, mengelilingi Ka’bah, melem-pari setan dengan batu kerikil (lempar jumroh), menyembelih korban yang dipersembahkan kepada Dewa Bulan (Allah) sampai dengan ibadah puasa di bulan Ramadhan semuanya dianggap mengadopsi agama Pagan (paganisme).

Disamping itu Muhammad saw. dituduh pula telah mengadopsi Zabur, Taurat dan Injil yang dimasukkan dalam Al Qur’an sebagai Firman Allah, pengadopsian itu melalui paman Istrinya (Khatijah) dan paman istrinya tersebut Waraqah bin Naufal adalah pendeta Kristen yang membantu menenangkan Muhammad saw ketika pertama kali memperoleh wahyu.

Melalui Warakah bin Naufal, sebagian Zabur, Taurat dan Injil dimasukkan dalam Al Qur’an, antara lain Islam mengakui ada 25 ( dua puluh lima Nabi, mulai dari Adam a.s. sampai dengan Nabi Isa a.s. dan yang terakhir Muhammad saw. sendiri, demikian pula dengan pengakuan kitab-kitab Zabur, Taurat dan Injil sebagai Firman Allah, hal ini tersurat dalam QS. 2 – Al Baqarah 4-5.

Allah berfirman :
Dan orang-orang yg beriman kepada wahyu yang diturunkan kepadamu *), serta wahyu-wahyu yang diturunkan sebelum kamu **), dan mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. (QS. 2 - Al Baqarah 4)

*) yaitu Al Qur’an.
** ) Yaitu Zabur, Taurat dan Injil.

Allah berfirman : Itulah orang-orang yang mendapat petun-juk dari Tuhannya, dan itu pulalah orang-orang yang beruntung. (QS. 2 – Al Baqarah 5)

Demikian juga dengan kisah-kisah Nabi Adam as. dan nabi-nabi lainnya.


5. Ber-tuhan pada sahabat Rasul, Ulama & Umara’
Dua puluh lima tahun setelah Muhammad s.a.w. wafat dan munculnya aliran-aliran politik dalam dunia Islam serta terjadinya perebutan kekuasaan atau pengaruh, maka muncul beberapa ajaran-ajaran dari Ulama & Umara’ yang pengaruhnya sangat besar dalam dunia Islam dan bahkan ajaran-ajaran Ulama & Umara’ serta sahabat-sahabat Rasulullah saw. dapat lebih ditaati dari pada mentaati Firman Allah yang ada didalam Al Qur’an.

Dengan mentaati atau mengimani ajaran-ajaran Ulama & Umara’ serta sahabat-sahabat Rasullah saw. terutama dalam penghalalan atau pengharaman diluar Firman Allah swt. yang berada didalam Al Qur’an, maka sama halnya menjadikan mereka tuhan-tuhan selain Allah.

Allah Berfirman :... barang siapa yang berhukum (memutuskan perkara), tidak menurut Firman Allah *), mereka itu adalah orang-orang kafir. (QS. 5 - Al Midah 44)

•) Menambah atau mengurangi apa-apa yang diharamkan maupun ap -apa yang dihalalkan Allah, dan mengikuti pendapat manusia (apapun dan siapapun, bahkan Rasulullah saw. sendiripun dilarang Allah swt.)

Allah berfirman :
Kalau kamu menuruti kemauan manusia yang ada dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari Syariat/Hukum Allah Mereka tiada lain hanya mengikuti prasangka dan mengadu untung dengan menampilkan kebohongan. Ikutilah apa-apa yang diturunkan kepadamu dari Allah, dan janganlah kamu ikuti selain Allah. (QS. 6 - Al An’aam – 116)

Beberapa larangan atau perintah yang tidak bersumber dari Al Qur’an, melainkan dari sahabat Rasulullah saw., Ulama & Umara’ antara lain:

1.Larangan atau mengharamkan wanita muslimah kawin/nikah dengan pria non muslim atau ahli kitab.
Allah tidak pernah mengharamkan/melarang perkawinan demikian, karena tidak ada satu ayat maupun surat didalam Al Qur’an yang melarang atau mengharamkannya dan larangan itu hanya dari ajaran atau seruan Ulama & Umara’ yang bertentangan dengan Firman Allah didalam Al Qur’an “ Jika tidak dilarang atau diharamkan Allah, artinya boleh/halal “ para pengikut larangan demikian, sama halnya mereka menjadikan Ulama & Umara’ sebagai tuhannya.

Allah berfirman :
Pada hari ini dihalalkan bagimu makanan yang baik-baik. Makanan orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu sebaliknya makanan kamu halal pula bagi mereka. Dan dihalalkan juga bagimu mengawini wanita-wanita merdeka diantara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelummu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula untuk dijadikan gundik. (QS. 5 – Al Maidah- 5).

2.Larangan atau mengharamkan mengucapkan atau membalas salam “ Assalamu’ alaikum “ dari non Islam.
Menurut syariat Allah :
Allah tidak pernah mengharamkan ucapan salam kepada siapapun juga, bahkan diperintahkan untuk membalas dengan salam yang lebih baik, jika mendapat salam.

Allah berfirman :
Barang siapa yang mengerjakan kebajikan seberat zaroh/atumpun Allah akan membalasnya. QS. 99 – 7/8

Menurut Hadis :Allah berkata kepada Adam: “ Ucapkanlah salam kepada sekelompok malaikat yang sedang duduk ini “ Cobalah dengarkan baik-baik ucapan penghormatan yang mereka ucapkan kepadamu. Ucapan itulah yang akan menjadi ucapan penghormatan untukmu dan anak keturunanmu “ Lalu Adam berkata : “ Assalamu ‘alaikum ! “ (HR. Bukhori 1722)

Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw. : “ Manakah amal Islam yang terbaik ? “ Beliau menjawab : Mem-beri makanan, mengucapkan salam, baik kepada orang-orang yang dikenal maupun yang tidak dikenal. ( HR. Bukhori 1726 )

Jika engkau diberi salam oleh ahli kitab dengan “ Assamu ‘alaika “ maka jawablah pula dengan “ wa ‘alaika “. ( HR. Bukhori 1843 )

Assamu ‘alaika artinya celakalah kamu. Sedangkan ‘alaika artinya kamu yang begitu/kamu yang celaka.

Menurut pendapat Ulama :Sebagian Ulama mengharamkan ucapan salam “ Assalamu ‘alaikum ” artinya“ Selamat dan sejahtera “ kepada orang non Muslim.

Tetapi didalam kenyataanya, banyak Ulama yang mengucapkan/memberi ucapan salam Assalamu ‘alaikum dalam pertemuan atau rapat-rapat yang dihadiri pula oleh tokoh-tokoh agama non Islam, meskipun mereka beralasan diberikan kepada kaum Muslim saja, namun kenyataannya yang hadir bukan hanya orang Muslim saja.

Banyak Ulama yang pendapatnya mengharamkan ucapan “ Assalamu Alaikum “ kepada non Muslim tetapi dimedia elektonik (TV – Radio) yang nota bene pendengarnya bukan hanya orang Islam, toh juga mengucapkan salam “ Assalamu “alaikum " kepada para pendengarnya yang nota bene tidak semuanya orang Islam.

Meskipun mereka beralasan hanya ditujukan kepada pendengar atau penonton Muslim saja, tetapi kenyataannya tidak demikian, karena penonton TV maupun pendengar Radio tidak dapat dibatasi agama penontonnya maupun pendengarnya.

Kesimpulan :
Orang Islam tidak diharamkan mengucapkan salam “ Assalamu ‘alaikum ” artinya “ Selamat dan sejahtera ” kepada orang non Muslim.

Syariat Allah dan Hadis tidak mengharamkan orang Islam memberi ucapan salam “Assalamu ‘alaikum“ kepada orang non Muslim “

Menurut Hadis jika orang Muslim diberi salam oleh orang non Muslim dengan ucapan “ Assamu ‘alaika “ yang artinya celakalah kamu maka jawab pula dengan “ ‘alaika “ artinya kamu yang celaka/kamu yang begitu.

Pendapat Ulama yang mengharamkan memberi ucapan salam “ Assalamu ‘alaikum “ kepada orang non Muslim tidak selaras dengan syariat/hukum Allah dan bah-kan bertentangan, karenanya tidak wajib diikuti dan tidak boleh diikuti, lagi pula mereka tidak konsekwen antara ucapan dan perbuatannya.


6. Mengapa Indonesia nggak maju-maju
Kekayaan bangsa Indonesia, selama berabad-abad banyak mengalir dan dialirkan keluar negeri dengan berbagai cara, sehingga pada akhirnya Indonesia menjadi bangsa miskin yang mencari hutangan kemana-mana.

Banyak cara orang luar negeri atau bangsa asing untuk menguras kekayaan Indonesia sebagaimana yang dilakukan oleh Belanda, diawali dengan hubungan dagang kemudian berlanjut dengan penjajahan, sampai 350 (tiga ratus lima puluh) tahun, kekayaan Indonesia mengalir ke negeri Belanda untuk membangun Belanda.

Inggrispun juga pernah menjajah Indonesia dan juga menguras habis kekayaan Indonesia untuk membangun negaranya.

Berikutnya bangsa Jepang yang mengaku saudara tua, akan membantu memerdekakan bangsa Indonesia, tetapi dalam kenyataannya Jepang menjajah dan menguras habis kekayaan Indonesia.

Sebelumnya Bangsa Arab melalui saudagar Gujaratnya yang mula-mula juga berdagang, kemudian dilanjutkan oleh Wali-Wali mengajarkan-ajaran agama baru yakni Islam, kemudian dipakai untuk menghancurkan Kerajaan Mojopahit dan dengan lewat ajaran Ibadah Hajinya, kekayaan Indonesia mengalir ke negeri Mekah sampai dengan hari ini.

Uraian sejarah Arabia sebelum dan setelah Islam, khususnya dalam hal penyampaian ritual agama Pagan dan ketidak sempurnaan Al Qur’an dalam penyusunannya tidak berdasarkan urutan wahyu yang diterima oleh Muhammad saw., kelemahan demikian dapat digunakan Iblis untuk merusak Islam dengan kedok membela Islam, agar kita tidak terjebak dan diperalat Iblis untuk itu perlu kewaspadaan dan mengkaji kembali tentang Al Qur’an.

Mengingat Ibadah haji yang dijalankan oleh Umat Islam sekarang cenderung pada ria’ dan banyak diantara mereka setelah menunaikan Ibadah Haji, keluarganya berakhir dengan penderitaan, karena itu apa tidak sebaiknya sebelum menjalankan Ibadah Haji perlu dipikirkan dampaknya, bagi dirinya maupun keluarganya.

Manakah yang lebih bermanfaat dari pada mudharatnya, memilih perbaikan ekonomi keluarga, anak dan cucunya atau berhaji tetapi berakibat kehancuran ekonomi keluarga, pendidikan anak terlantar dlsb, semuanya terserah pembaca sendiri untuk memilihnya.

Tentunya pahala lebih besar jika mengutamakan kesejahteraan keluarga dari pada berhaji tetapi menterlantarkan keluarga. Berhaji dengan berakibat menterlantarkan keluarga merupakan perbuatan dholim pada keluarga.

Manakah ibadah yang lebih mulia, menunaikan ibadah haji atau membantu mengentas kemiskinan orang miskin dan kelaparan disekitar kita.

Dengan menyampaikan sejarah Arabia sebelum dan setelah Islam diharap pembaca dapat lebih jernih dalam mempelajari Islam dan tidak mengedepankan emosi yang berlebih-lebihan.

Marilah kita bersama-sama membangun kerukunan dan memikirkan masa depan bangsa, negara serta anak cucu kita agar tidak menjadi bangsa yang dinista dan miskin. .............. AMIN

DAFTAR BACAAN
1.Arthur J. Arberry, Religion in the Middle East (London : Cambridge University Press, 19-69), II:3.

2.Abullaits Assamarqandi “ TANBIHUL GHAFI -LIN “ Peringatan Bagi yang lupa ( 1-2 ) Alih Bahasa Bahreisy, Salim, Suarabaya PT. Bina Ilmu 1992.

3.Caesar Farah, Islam : Beliefs and Observati -on (New York: Barrons, 1987), p.28.

4.Henry Preserved Smith, The Bible and Islam: or, The Influence of the Old and New Testa- ment on the Relagion of Mohammed (New York: Charles Scribner’s Sons, 1897), p. 102.

5.Hurgronji, Mohammedanism (Westport, CT: Hyperion Press, 1981) p. 46.

6.Surin, Bachtiar “ Terjemahan dan Tafsir Al Qur’an “ 30 Juz Huruf Arab & Latin.

7.Syaikh Salim bin Ied Al Hilali “ Syarah Riya- dhush Shalihin Judul Asli Bahjatin Naazhiriin Syarh Riyaadhish Shaalihiin “ Bogor. PT. Pus -taka Imam Asy-Syafi’i.

8.Syaikh Salim bin Ied Al Hilali “ Ensiklopedi Larangan Menurut Al Qur’an dan As-Sunnah Bab Fiqih “.Bogor. PT. Pustaka Imam Asy-Syafi’i. 2005.

9.William Montgomery Watt, Muhammad’s Mec-ca, p. Vii. See also his article, “Beliefs in a High God in PreIslamic Mecca,“ Jurnal of Se-mitic Studies, vol. 16, 1971, pp. 35-40.

10.Encylopedia of World Mythology and Le-
gend, 161.

11.The Encyclopedia of Islam, ed. Cyril Classe ( London : Stacey Inter., 1989 ), p. 179.

12.The Encylopedia of Islam, eds, Gibb, Levi-Pro vencial, Schacht ( Laiden : J. Brill, 1913, I : 543-147.